Senin, 29 Januari 2018

PEREMPUAN PEMBAHARU

Mayoritas paradigma berfikir perempuan di daerah dewasa ini masih stagnan pada wilayah domestik dan sebatas formalitas saja. 

Singkat kata, menyelesaikan kuliah tepat waktu, ijazah, menikah dan untung-untung memikirkan mau jadi apa setelah sarjana.

Keadaan seperti ini, merupakan hasil dari kontruksi sosial yang sudah dibangun oleh masyarakat patriarki, alih-alih menjaga dan melindungi harkat martabat perempuan, namun mereka menindas dan melumpukan secara perlahan.

Dalam banyak kasus, Perempuan diberi kedudukan khusus untuk tidak perlu berfikir keras, porsi perempuan disediakan hanya untuk mengurus hal-hal yang bersifat pekerjaan rumahan, urusan nafkah dan kegiatan publik biarlah menjadi lahan laki-laki. Atas pilihan tersebut, ilmu menjadi tidak penting, kebebasan dalam bersikap dan menentukan pilihan tergantung pada suami, hasilnya perempuan akan selalu menjadi objek yang berakhir pada komoditas pasar yang tidak terelakan lagi.  

Sangat ironis ketika mendengar percakapan dua orang perempuan, “Tidak usah karir tinggi-tinggi lah, nanti susah dapat suami, yang penting itu bisa merawat diri". Apalagi kalau calon suami seorang pejabat yang punya strata sosial tinggi, otomatis pandangan orang-orang pada keluarga juga akan berubah.

Begitulah gambaran orientasi pemikiran perempuan kekinian. Hidup hanya sampai pada penikahan, punya anak dan mengurus suami. Sedikit sekali yang tertarik pada wilayah publik, boro-boro menggeluti khazanah intelektual, merumuskan pemikiran untuk kemaslahatan masyarakat banyak. Maka tak heran jika  banyak pelecehan seksual dan tingginya tingkat kematian ibu dan anak di daerah, karena masyarakat dibuat tabu dan tidak peka terhadap  permasalahan perempuan yang semakin kompleks.

Indonesia kini, butuh "perempuan-perempuan muda pembaharu" yang  memiliki kapasitas berfikir sesuai perkembangan zaman, punya karakter kuat untuk meluruskan ego kolektif masyarakat yang selalu menempatkan perempuan sebagai manusia kelas dua.

Menjadi perempuan pembaharu seperti yang dimaksud diatas, tidaklah mesti seorang sarjana, yang pernah atau sedang mengenyam pendidikan formal. Perempuan pembaharu juga tidak berasal dari kalangan politisi, bangsawan atau kaum konglomerat. Tetapi, perempuan pembaharu adalah figur yang dilahirkan oleh masyarakat itu sendiri, terlepas dari apapun status sosialnya.

Perempuan pembaharu lahir dari sebuah kondisi yang secara sadar ingin merubah keadaan, baik secara individu maupun secara kolektif (organisasi).

Perempuan Pembaharu adalah mereka yang memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan, memberikan ruang kepada pada fikiran untuk mengeksplorasi semua perkembangan  teknologi dan informasi, peka terhadap kondisi sosial, mampu mengambil keputusan-keputusan strategis yang membawa  masyarakat keluar dari jurang kepapaan.

Sungguh, Perjalanan bangsa ini telah mengukir banyak peristiwa tentang kontribusi perempuan dalam membangun negeri ini, atas sikap, tindakan, dan gagasan yang sudah perjuangkan, harusnya menjadi semangat untuk lebih gigih memperjuangkan nilai-nilai kemanusian dalam bingkai yang lebih luas.

Wallahu'alam

Jakarta, 30 Januari 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

About Me

ela nofita sari lahir di kabupaten kerinci .

Follow Me

Search