Sabtu, 08 Juni 2019

KEADILAN GENDER VS KESETARAAN GENDER


Islam menjunjung tinggi nilai persamaan antara manusia satu dengan yang lainnya. Tidak diperkenankan ada suku, kelompok atau etnis tertentu yang merasa superior dari yang lain. Islam mengusung nilai egaliter (persamaan) antara sesama manusia di hadapan Tuhan. Nilai persamaan ini mencakup juga antara perempuan dan laki-laki. Kalau pun ada yang membedakan, itu lain tidak dikarenakan fungsi dan tugas-tugas utama yang dibebankan Allah kepadanya secara proporsional. Perbedaan itu tidak berarti yang satu lebih baik dari yang lain.

            Perempuan berbeda dengan laki-laki, setiap usaha yang ingin mempersamakannya hanya akan melahirkan makhluk baru, yang bukan perempuan dan bukan pula lelaki. Perbedaan antara perempuan dengan lelaki, bukan saja pada alat reproduksinya, tetapi juga struktur fisik dan cara berpikirnya. Perbedaan itu tidak menjadikan salah satu jenis kelamin lebih unggul atau istimewa dari yang lain, tetapi justru dengan menggabungkan keduanya terjadi kesempurnaan kedua pihak.

Dalam diskursif gender, yang diinginkan oleh kalangan feminis sebenarnya adalah tuntutan untuk diperlakukan secara adil terutama dalam hak-hak publik, yang selama ini didominasi oleh kalangan laki-laki. Tapi bukan untuk menyamakan perempuan dan laki-laki secara mutlak. Bukankah lebih baik adil walaupun secara kuantitas tidak sama daripada kuantitasnya sama tapi cenderung menzalimi?

 Bila ditinjau dari asal katanya, keadilan merupakan kata jadian dari kata ”adil” yang terambil dari bahasa Arab ”adl ”. Kamus-kamus bahasa Arab, menginformasikan bahwa kata ini berakar dari kata ’adala-ya’dilu-’adlan yang berarti ”sama” sedangkan secara istilah berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya. Dengan demikian adalah tidak adil atau merusak apabila menempatkan kuda di tempat raja (dalam permainan catur).

 Adil yang dibawa oleh Islam adalah adil yang mengandung nilai-nilai Ilahiyah. Sehingga dengannya mampu membungkam pertanyaan-pertanyaan yang tidak pada tempatnya. Seperti mengapa Tuhan menganugerahi si A panjang umur padahal ia tidak disenangi oleh masyarakat atau kenapa laki-laki hak dan kewajibannya seperti ini dan perempuan seperti itu. Apa yang tertuang dalam wahyu Ilahi itu, mempunyai hikmah tersendiri. Dan hikmah itu tidak semuanya mampu dicerna oleh nalar manusia yang sangat terbatas kemampuannya.

Manusia seringkali melihat sesuatu secara mikro atau parsial, sehingga sering menarik kesimpulan secara keliru. Tetapi jika dipandang secara makro atau komprehensif, justru sebaliknya. Bukankah jika pandangan hanya ditujukan pada tahi lalat di wajah seorang wanita akan terlihat buruk? Tetapi, bila wajah wanita itu dipandang secara utuh menyeluruh, tahi lalat tadi justru menjadi unsur utama atau pendukung dari kecantikannya. Begitu pula halnya dengan gender, kalau hanya dipandang secara sempit. Terlebih lagi, gender dalam konsep Barat, dalam hal ini ada benarnya apa yang dikatakan oleh Nawal el Shadewi (feminis Mesir) menyatakan ”Pembebasan dan kemerdekaan perempuan itu mahal harganya. Maka kebebasan yang diinginkan Barat hendaknya tidak taken for granted. Harus ada filter bagi aktualisasi dan kontektualisasinya. Hal ini mengingat tidak selamanya harmoni dan kebebasan yang ditawarkan Barat selalu sesuai dengan nilai budaya lokal yang dianut oleh kita. 

Nilai-nilai Barat terkadang bukannya membebaskan seperti yang diharapkan, namun bisa berubah menjadi lingkaran setan yang susah untuk diuraikan.” Kalau konsep persamaan gender yang ingin dijalankan sama saja halnya menempatkan Laila Ali dengan Mike Tyson pada satu ring.

Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

About Me

ela nofita sari lahir di kabupaten kerinci .

Follow Me

Search