Menjawab
pertanyaan seorang teman, tentang apakah saya mau menikah dengan laki-laki yang
pernah “having sex” dengan orang lain sebelumnya?
Tulisan ini menarik untuk saya selesaikan, karena selama ini tulisan yang beredar hanya seputar "perempuan dan keperawanan", yang dinilai dari robek atau pecahnya
selaput dara akibat penetrasi penis ke dalam vagina, padahal banyak faktor yang bisa menyebabkan selaput dara robek. Jarang sekali yang menulis tentang "Keperjakaan Laki-laki", saya yakin ini terjadi karena budaya patriarki yang selalu menggaggap laki-laki "having sex" itu biasa, tapi jika perempuan malah dibilang cewek gak bener. kan kurang ajar!
Baiklah, saya mulai dengan sedikit cerita pengalaman cinta saya.
Awal
tahun 2010 saya baru mengenal yang namanya pacaran. Waktu saya masih awal-awal
kuliah S1. Pada mulanya saya pacaran karena semua teman saya sudah punya pacar,
saya di ledekin karena saya selalu sendiri ketika kami jalan-jalan, dan mereka
bersama pacar masing-masing. Padahal waktu itu saya gak jelek-jelek banget, ada kok yang mau sama saya, cuma
gak PD aja.
Waktu itu dalam pandangan saya, punya pacar pasti akan pegangan tangan, pelukan, ciuman, seks dan akhirnya hamil. Saya gak mau kayak begitu. Sampai saya pernah menampar keras pipi pacar saya ketika kami sedang jalan-jalan di sebuah objek wisata. Saya pergi dan meninggalkankanya sendiri. Saya Gak peduli apa yang terjadi padanya waktu itu. Bagaimana dia pulang karena kunci motor ada pada saya, saya gak peduli. Berhari-hari saya tak menjawab telponnya, hingga dia datang kerumah dan meminta maaf. Itu pengalaman pertama saya menampar laki-laki.
Waktu itu dalam pandangan saya, punya pacar pasti akan pegangan tangan, pelukan, ciuman, seks dan akhirnya hamil. Saya gak mau kayak begitu. Sampai saya pernah menampar keras pipi pacar saya ketika kami sedang jalan-jalan di sebuah objek wisata. Saya pergi dan meninggalkankanya sendiri. Saya Gak peduli apa yang terjadi padanya waktu itu. Bagaimana dia pulang karena kunci motor ada pada saya, saya gak peduli. Berhari-hari saya tak menjawab telponnya, hingga dia datang kerumah dan meminta maaf. Itu pengalaman pertama saya menampar laki-laki.
Saya
bangga dan puas sekali karena saya sudah memberi pelajaran pada laki-laki
kurang ajar yang mencoba “merampas kehormatan” pipi saya yang cabi ini. Kami pun
putus. Dan saya mulai menjalani hubungan dengan yang lain.
Lalu
singkat cerita saya merantau ke Jakarta, saya mulai membangun kebebasan finansial,
bergaul dengan banyak orang, dan mulai membuka diri selaku wanita dewasa.Tidak ada yang tau saya melakukan apa di jakarta. saya bebas melakukan kepuasan-kepuasan apa saja.
Awalnya
hampir setiap hari saya harus melawan kehendak tubuh dan fikiran saya yang
mendesak untuk merasakan sentuhan yang membuat perut menegang. Tapi saya sadari
itu kebutuhan selaku manusia normal. Dan hidup ini tidaklah asyik jika hanya
berdiskusi tentang korupsi, kemiskinan, kekerasaan dan biaya hidup yang semakin
mahal.
2016,
saya pernah dilamar oleh seorang Dokter, dia datang ke Jakarta dan ingin menikah secepatnya dengan saya. Awalnya saya mau saja, tapi saya menolak setelah dia cerita bahwa dia
sudah melakukan hubungan seks dengan lebih 30 orang perempuan. Saya tidak bisa menerimanya,
bukan karena jumlah perempuan yang sudah dia tiduri, tapi seharusnya dia tidak
menunjukan photo dan video-video mereka pada saya. Kalau dia memang laki-laki
baik dia akan menutupi aibnya sendiri.
2018,
saya juga punya pacar seorang aktivis mahasiswa, selaku orang nomor satu di
organisasinya, tentu dia punya nilai lebih, karena kemampuan leadershipnya. Tapi
apa yang saya alami benar-benar mengejutkan. Dia memutuskan hubungan kami yang
baru beberapa bulan berjalan hanya karena persoalan kecil yang sebenarnya bisa
di komunikasikan.Tidak
lama dia putus dengan saya dia menikah dengan perempuan lain.
Saya kecewa, menagis dan marah, tapi usik punya usik, ternyata dia punya skandal video porno. Ya ampuunnn…. nasib baik bukan saya yang jadi isterinya.
Ternyata persepsi saya yang selama ini menyalahkan diri sendiri adalah keliru. Dia meninggalkan saya, karena dia yang sebetulnya tidak mampu atau tidak sepadan dengan saya. Seharusnya saya juga bersyukur, bukankah lebih baik keburukannya itu diperlihatkan sejak awal dari pada menghabiskan sisa hidup saya dengannya? Bayangkan, kalau saya tidak ditinggalkan dan kini kami sudah menikah, semua rahasianya terbongkar, aduh bisa saya bayangkan hidup saya akan porak-poranda.
Saya kecewa, menagis dan marah, tapi usik punya usik, ternyata dia punya skandal video porno. Ya ampuunnn…. nasib baik bukan saya yang jadi isterinya.
Ternyata persepsi saya yang selama ini menyalahkan diri sendiri adalah keliru. Dia meninggalkan saya, karena dia yang sebetulnya tidak mampu atau tidak sepadan dengan saya. Seharusnya saya juga bersyukur, bukankah lebih baik keburukannya itu diperlihatkan sejak awal dari pada menghabiskan sisa hidup saya dengannya? Bayangkan, kalau saya tidak ditinggalkan dan kini kami sudah menikah, semua rahasianya terbongkar, aduh bisa saya bayangkan hidup saya akan porak-poranda.
Atas
dasar pengalaman cinta saya diatas itulah, saya lebih hati-hati memilih suami. Tidak
apa-apa jika nanti saya punya suami yang sudah pernah "having sex" dengan
perempuan lain, mungkin mantan kekasihnya atau mantan isterinya setidaknya dia
punya pengalaman. Dan jika nanti suami saya belum pernah "having sex", ya masih bisa
belajar sama-sama. Hahaha
"Having
sex" atau gak, yang penting menurutku dia bertanggung jawab, gak kasar sama perempuan, sama-sama
mau berbagi peran dan mampu mengurus dirinya sendiri. Jadi buat teman-teman yang membaca tulisan ini, Jika nanti ada
seseorang yang memusingkan tentang keperjakaan atau keperawnan yang defenisinya
masih dipertanyakan itu, berarti kamu pantas mendapatkan yang lebih baik dari
dia.
Orang yang melihat kehormatan hanya pada organ yang dibawah pusat itu tidak pantas untuk diperjuangkan. Saya percaya Tuhan menciptakan kita untuk bahagia.
Orang yang melihat kehormatan hanya pada organ yang dibawah pusat itu tidak pantas untuk diperjuangkan. Saya percaya Tuhan menciptakan kita untuk bahagia.
Jakarta,
12 April 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar